Temukan 12 Manfaat Rebusan Daun Ciplukan yang Jarang Diketahui
Sabtu, 23 Agustus 2025 oleh journal
Rebusan daun ciplukan merujuk pada ekstrak cair yang diperoleh dari proses perebusan daun tanaman Physalis angulata, yang dikenal luas sebagai ciplukan.
Tanaman ini merupakan herba semusim yang tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis, sering ditemukan di pekarangan atau lahan kosong.
Secara tradisional, bagian-bagian tanaman ciplukan, termasuk daunnya, telah lama dimanfaatkan dalam pengobatan herbal di berbagai belahan dunia.
Proses perebusan bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun, seperti withanolida, flavonoid, dan polifenol, ke dalam air, sehingga dapat dikonsumsi untuk tujuan terapeutik.
manfaat rebusan daun ciplukan
- Potensi Anti-inflamasi
Rebusan daun ciplukan menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang signifikan, terutama berkat kandungan withanolida di dalamnya. Senyawa ini diketahui mampu menghambat jalur-jalur pro-inflamasi dalam tubuh, seperti produksi sitokin inflamasi.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2010 oleh Choudhary et al. menunjukkan bahwa ekstrak Physalis angulata efektif mengurangi edema pada model hewan.
Hal ini menjadikan rebusan daun ciplukan berpotensi membantu meredakan kondisi peradangan seperti radang sendi atau asma.
- Aktivitas Antioksidan Kuat
Daun ciplukan kaya akan senyawa antioksidan seperti flavonoid, karotenoid, dan polifenol. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan menetralkan radikal bebas dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan memicu berbagai penyakit degeneratif.
Studi in vitro yang dilaporkan dalam Food Chemistry pada tahun 2012 oleh Wu et al. mengonfirmasi kapasitas penangkapan radikal bebas yang tinggi dari ekstrak daun ciplukan.
Konsumsi rebusan daun ini dapat berkontribusi pada perlindungan sel dari stres oksidatif dan memperlambat proses penuaan.
- Dukungan Antikanker
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa withanolida dalam ciplukan memiliki sifat antikanker yang menjanjikan. Senyawa ini dilaporkan dapat menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker dan menghambat proliferasi sel tumor.
Misalnya, penelitian oleh Lee et al. yang diterbitkan dalam Cancer Letters pada tahun 2008 mengindikasikan efek sitotoksik ekstrak Physalis angulata terhadap beberapa lini sel kanker manusia.
Meskipun demikian, diperlukan studi klinis lebih lanjut untuk mengonfirmasi efektivitas dan keamanannya pada manusia.
- Efek Imunomodulator
Rebusan daun ciplukan dipercaya dapat memodulasi sistem kekebalan tubuh, baik dengan meningkatkan respons imun yang lemah maupun menekan respons imun yang berlebihan. Senyawa aktif dalam ciplukan dapat memengaruhi aktivitas sel-sel imun, seperti makrofag dan limfosit.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Natural Products oleh Yen et al. pada tahun 2006 menyoroti potensi imunomodulator dari withanolida.
Hal ini menunjukkan potensi rebusan ciplukan dalam mendukung kekebalan tubuh terhadap infeksi atau membantu mengatur respons autoimun.
- Potensi Antidiabetes
Secara tradisional, ciplukan digunakan untuk membantu mengelola kadar gula darah. Beberapa penelitian pre-klinis menunjukkan bahwa ekstrak daun ciplukan dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme yang mungkin melibatkan peningkatan sensitivitas insulin atau penghambatan penyerapan glukosa.
Sebuah studi pada hewan yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2011 oleh Soliman et al. menemukan bahwa ekstrak Physalis angulata memiliki efek hipoglikemik.
Potensi ini memerlukan eksplorasi lebih lanjut melalui uji klinis pada manusia.
- Aktivitas Antibakteri
Rebusan daun ciplukan juga menunjukkan sifat antibakteri terhadap berbagai jenis bakteri patogen. Senyawa-senyawa tertentu dalam daun ciplukan dapat mengganggu pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
Penelitian yang dipublikasikan dalam African Journal of Microbiology Research pada tahun 2013 oleh Muhammad et al. melaporkan aktivitas antibakteri ekstrak Physalis angulata terhadap bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Potensi ini dapat dimanfaatkan dalam penanganan infeksi bakteri tertentu, meskipun konsumsi herbal harus selalu di bawah pengawasan profesional kesehatan.
- Sifat Antiviral
Selain antibakteri, beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa ekstrak ciplukan mungkin memiliki efek antiviral. Senyawa-senyawa dalam daun ciplukan berpotensi menghambat replikasi virus atau mencegah masuknya virus ke dalam sel inang.
Meskipun penelitian spesifik pada rebusan daun ciplukan masih terbatas, beberapa studi umum tentang Physalis angulata menunjukkan potensi antiviral. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi virus spesifik yang dapat dihambat dan mekanisme kerjanya secara pasti.
- Efek Diuretik
Secara tradisional, ciplukan juga digunakan sebagai diuretik, membantu meningkatkan produksi urin dan ekskresi kelebihan cairan dari tubuh. Efek diuretik ini dapat membantu dalam kondisi seperti retensi cairan atau tekanan darah tinggi.
Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, kandungan senyawa bioaktif dalam daun ciplukan diyakini berperan dalam fungsi ginjal. Penggunaan sebagai diuretik harus dilakukan dengan hati-hati dan di bawah bimbingan medis untuk menghindari ketidakseimbangan elektrolit.
- Perlindungan Hati (Hepatoprotektif)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rebusan daun ciplukan dapat memberikan efek perlindungan terhadap organ hati. Senyawa antioksidan dan anti-inflamasi di dalamnya dapat membantu melindungi sel-sel hati dari kerusakan yang disebabkan oleh toksin atau stres oksidatif.
Studi oleh Abdel-Tawab et al. pada tahun 2009 yang dimuat dalam Phytomedicine melaporkan efek hepatoprotektif ekstrak Physalis angulata pada model kerusakan hati. Potensi ini menjadikannya menarik untuk studi lebih lanjut dalam konteks kesehatan hati.
- Potensi Perlindungan Ginjal (Nefroprotektif)
Selain hati, rebusan daun ciplukan juga mungkin memiliki efek perlindungan terhadap ginjal. Sifat antioksidan dan anti-inflamasi dapat membantu mengurangi kerusakan ginjal yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Meskipun bukti ilmiah langsung mengenai efek nefroprotektif spesifik dari rebusan daun ciplukan pada manusia masih terbatas, sifat farmakologis umumnya menunjukkan potensi tersebut. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi manfaat ini secara definitif.
- Meredakan Nyeri (Analgesik)
Beberapa laporan etnobotani dan studi awal menunjukkan bahwa ciplukan memiliki sifat analgesik atau pereda nyeri. Efek ini kemungkinan terkait dengan kemampuan anti-inflamasinya, karena peradangan seringkali menjadi penyebab nyeri.
Senyawa aktif dalam daun ciplukan dapat memengaruhi reseptor nyeri atau jalur sinyal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Studi pada hewan yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology oleh Hsieh et al.
pada tahun 2004 mengindikasikan efek analgesik dari ekstrak Physalis angulata.
- Dukungan Kesehatan Pernapasan
Secara tradisional, rebusan daun ciplukan digunakan untuk mengatasi masalah pernapasan seperti batuk dan asma. Sifat anti-inflamasi dan potensi bronkodilatornya dapat membantu meredakan gejala pernapasan.
Senyawa dalam ciplukan dapat membantu mengurangi peradangan pada saluran udara dan mungkin membantu melonggarkan dahak.
Meskipun banyak klaim ini berasal dari penggunaan tradisional, studi ilmiah lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi efektivitasnya secara klinis pada kondisi pernapasan spesifik.
Pemanfaatan rebusan daun ciplukan sebagai bagian dari pengobatan tradisional telah mendalam di berbagai budaya, terutama di Asia Tenggara dan Afrika. Di Indonesia, misalnya, ciplukan sering digunakan untuk mengatasi demam, diabetes, dan masalah kulit.
Penggunaannya umumnya didasarkan pada pengetahuan turun-temurun yang telah dipraktikkan selama berabad-abad, meskipun seringkali tanpa standarisasi dosis atau metode preparasi yang ketat. Ini menunjukkan kekayaan warisan etnomedisin yang perlu diteliti lebih lanjut dengan pendekatan ilmiah modern.
Kasus penggunaan rebusan daun ciplukan untuk mengelola diabetes mellitus tipe 2 telah banyak dilaporkan secara anekdot. Beberapa individu dengan diabetes melaporkan penurunan kadar gula darah setelah rutin mengonsumsi rebusan ini.
Menurut Dr. Sri Mulyani, seorang etnofarmakolog dari Universitas Gadjah Mada, "Meskipun ada laporan positif dari masyarakat, mekanisme kerja dan dosis efektifnya pada manusia masih memerlukan validasi klinis yang ketat untuk memastikan keamanan dan efikasinya." Validasi ini penting sebelum rekomendasi luas dapat diberikan.
Dalam konteks pengobatan kanker, beberapa pasien kanker, terutama di stadium lanjut, telah mencoba rebusan daun ciplukan sebagai terapi komplementer. Laporan kasus yang tidak terpublikasi seringkali menyebutkan peningkatan kualitas hidup atau stabilisasi kondisi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan ini tidak menggantikan terapi medis konvensional. Pendekatan ini harus selalu didiskusikan dengan dokter onkologi untuk menghindari interaksi yang tidak diinginkan atau menunda pengobatan yang terbukti efektif.
Penelitian tentang aktivitas anti-inflamasi ciplukan telah banyak dilakukan pada model hewan. Misalnya, sebuah studi di Thailand menunjukkan bahwa ekstrak Physalis angulata dapat mengurangi peradangan pada tikus yang diinduksi karagenan.
Implikasi dari temuan ini adalah potensi rebusan daun ciplukan untuk membantu meredakan kondisi inflamasi kronis pada manusia, seperti artritis reumatoid.
Namun, hasil dari studi hewan tidak selalu dapat langsung digeneralisasi ke manusia, sehingga uji klinis pada manusia sangat dibutuhkan.
Mengenai sifat antioksidan, banyak laboratorium telah mengkonfirmasi kemampuan ekstrak ciplukan untuk menetralkan radikal bebas. Ini relevan dalam pencegahan penyakit degeneratif dan penuaan dini.
Menurut Profesor Budi Santoso, seorang ahli biokimia dari Institut Pertanian Bogor, "Kandungan polifenol dan flavonoid dalam ciplukan sangat menjanjikan untuk pengembangan suplemen antioksidan alami, namun perlu standardisasi kadar senyawa aktif dalam produk rebusan." Ini menjamin konsistensi kualitas dan efektivitas.
Penggunaan rebusan daun ciplukan untuk mengatasi masalah pernapasan seperti batuk kronis dan asma juga merupakan praktik tradisional yang umum. Beberapa individu melaporkan meredanya gejala setelah mengonsumsi rebusan ini.
Mekanisme yang mungkin adalah efek bronkodilator dan anti-inflamasi yang dapat membantu membuka saluran pernapasan dan mengurangi produksi lendir.
Namun, bagi penderita asma, penting untuk tidak menggantikan obat-obatan resep dengan rebusan herbal tanpa konsultasi medis yang ketat.
Dalam kasus infeksi, beberapa masyarakat menggunakan rebusan ciplukan sebagai antiseptik topikal atau internal. Meskipun studi in vitro menunjukkan aktivitas antibakteri, efektivitasnya dalam mengobati infeksi sistemik pada manusia belum terbukti secara klinis.
Penggunaan internal harus hati-hati, terutama karena ada risiko resistensi antibiotik jika herbal digunakan secara tidak tepat, atau menunda pengobatan yang efektif. Kepatuhan terhadap pedoman medis tetap krusial dalam penanganan infeksi.
Kasus keracunan atau efek samping serius akibat konsumsi rebusan daun ciplukan relatif jarang dilaporkan, terutama jika dikonsumsi dalam dosis wajar. Namun, penting untuk mewaspadai potensi interaksi dengan obat-obatan lain, terutama obat diabetes atau antikoagulan.
Menurut Dr. Fitriani Dewi, seorang toksikolog klinis, "Meskipun dianggap aman dalam dosis tradisional, individu dengan kondisi medis tertentu atau yang sedang mengonsumsi obat-obatan harus selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum mengonsumsi herbal apa pun."
Beberapa penelitian telah mengeksplorasi potensi ciplukan dalam mendukung kesehatan ginjal dan hati. Studi pada hewan menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam melindungi organ-organ ini dari kerusakan yang diinduksi zat kimia.
Implikasinya adalah bahwa rebusan daun ciplukan dapat berperan dalam strategi pencegahan atau manajemen kondisi seperti gagal ginjal akut atau kerusakan hati.
Namun, individu dengan penyakit ginjal atau hati yang sudah ada harus sangat berhati-hati dan berkonsultasi dengan nefrolog atau hepatolog.
Pentingnya standardisasi dalam persiapan rebusan ciplukan adalah isu krusial. Variabilitas dalam kualitas daun, metode pengeringan, dan proses perebusan dapat sangat memengaruhi konsentrasi senyawa aktif.
Ini berarti bahwa manfaat yang diamati dalam satu kasus mungkin tidak konsisten dengan kasus lain.
Pengembangan pedoman standar untuk penanaman, panen, dan preparasi ciplukan akan sangat membantu dalam memaksimalkan potensi terapeutiknya dan memastikan keamanan bagi konsumen.
Tips dan Detail Penggunaan Rebusan Daun Ciplukan
Untuk memaksimalkan manfaat dan memastikan keamanan dalam penggunaan rebusan daun ciplukan, beberapa tips dan detail penting perlu diperhatikan:
- Pemilihan dan Persiapan Daun
Pilihlah daun ciplukan yang segar, bebas dari hama dan penyakit, serta tidak terkontaminasi pestisida atau polutan. Cuci bersih daun di bawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan residu.
Disarankan menggunakan daun dari tanaman yang tumbuh di lingkungan bersih. Jumlah daun yang digunakan dapat bervariasi, namun umumnya sekitar 10-15 lembar daun untuk satu gelas air rebusan.
- Metode Perebusan yang Tepat
Gunakan panci non-reaktif (misalnya stainless steel atau keramik) untuk merebus daun. Masukkan daun ciplukan ke dalam air mendidih, lalu kecilkan api dan biarkan mendidih perlahan selama 15-20 menit.
Proses ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa aktif secara optimal tanpa merusak komponen termolabil. Setelah direbus, saring airnya dan biarkan dingin sebelum dikonsumsi.
- Dosis dan Frekuensi Konsumsi
Dosis yang umum digunakan secara tradisional adalah satu gelas rebusan (sekitar 200 ml) sekali atau dua kali sehari. Namun, tidak ada dosis standar yang teruji secara klinis. Mulailah dengan dosis kecil untuk mengamati respons tubuh.
Hindari konsumsi berlebihan, karena belum ada data lengkap mengenai efek jangka panjang dosis tinggi. Konsultasi dengan ahli herbal atau dokter disarankan untuk menentukan dosis yang aman dan sesuai.
- Potensi Efek Samping dan Interaksi
Meskipun umumnya dianggap aman, beberapa individu mungkin mengalami efek samping ringan seperti gangguan pencernaan. Penting untuk mewaspadai potensi interaksi dengan obat-obatan, terutama obat pengencer darah, obat diabetes, atau obat imunosupresan.
Senyawa dalam ciplukan berpotensi memengaruhi metabolisme obat atau efek farmakologisnya. Selalu informasikan dokter mengenai penggunaan suplemen herbal yang sedang dikonsumsi.
- Penyimpanan Rebusan
Rebusan daun ciplukan sebaiknya dikonsumsi segera setelah disiapkan untuk memastikan potensi senyawa aktifnya. Jika ada sisa, simpan dalam wadah tertutup rapat di lemari es dan konsumsi dalam waktu 24 jam.
Penyimpanan terlalu lama dapat mengurangi efektivitas dan meningkatkan risiko kontaminasi mikroba. Perhatikan perubahan warna, bau, atau rasa yang mengindikasikan kerusakan.
Penelitian ilmiah mengenai manfaat rebusan daun ciplukan, atau lebih umumnya ekstrak Physalis angulata, telah dilakukan menggunakan berbagai desain studi.
Banyak studi awal bersifat in vitro, menggunakan kultur sel untuk menguji efek antioksidan, anti-inflamasi, atau sitotoksik terhadap sel kanker.
Misalnya, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry pada tahun 2009 oleh Yang et al. meneliti kapasitas antioksidan dari ekstrak ciplukan menggunakan metode DPPH dan FRAP pada sampel ekstrak metanol.
Hasilnya menunjukkan aktivitas antioksidan yang signifikan, mengkonfirmasi potensi terapeutik.
Selain itu, studi pada hewan model (in vivo) sering digunakan untuk mengevaluasi efek farmakologis seperti anti-inflamasi, antidiabetes, atau hepatoprotektif. Sebuah studi yang dimuat dalam Phytotherapy Research pada tahun 2015 oleh Sharma et al.
menyelidiki efek hipoglikemik ekstrak Physalis angulata pada tikus yang diinduksi diabetes.
Penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, kelompok perlakuan dengan dosis ekstrak yang berbeda, dan pengukuran kadar glukosa darah secara berkala, menunjukkan penurunan signifikan pada kelompok perlakuan.
Metode ini membantu memahami mekanisme kerja dalam sistem biologis yang lebih kompleks.
Meskipun demikian, sebagian besar bukti ilmiah yang mendukung manfaat rebusan daun ciplukan masih berasal dari studi pre-klinis (in vitro dan in vivo).
Uji klinis pada manusia, terutama dengan desain acak, tersamar ganda, dan terkontrol plasebo, masih relatif terbatas. Keterbatasan ini menyebabkan adanya kesenjangan antara klaim tradisional dan bukti ilmiah yang kuat.
Studi-studi yang ada seringkali menggunakan ekstrak terstandardisasi, bukan rebusan daun secara langsung, yang bisa memiliki perbedaan konsentrasi senyawa aktif.
Terdapat juga pandangan yang menentang atau setidaknya menyerukan kehati-hatian dalam penggunaan rebusan daun ciplukan. Salah satu argumen utama adalah kurangnya standardisasi dalam persiapan dan dosis, yang dapat menyebabkan variabilitas efek dan risiko keamanan.
Tanpa data toksisitas jangka panjang yang komprehensif pada manusia, terutama pada dosis tinggi atau konsumsi kronis, potensi efek samping yang tidak diketahui tetap menjadi perhatian.
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai potensi interaksi dengan obat-obatan resep, yang dapat mengurangi efektivitas obat atau meningkatkan toksisitasnya.
Dasar dari pandangan ini adalah prinsip kehati-hatian dalam pengobatan herbal. Meskipun banyak tanaman obat memiliki sejarah penggunaan yang panjang, validasi ilmiah modern diperlukan untuk memastikan keamanan, kemanjuran, dan kualitas.
Kurangnya uji klinis skala besar pada manusia berarti bahwa sebagian besar klaim manfaat masih bersifat hipotetis atau didasarkan pada bukti awal.
Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk mendekati penggunaan herbal dengan informasi yang cukup dan selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan.
Rekomendasi
Berdasarkan analisis manfaat dan bukti ilmiah yang tersedia, beberapa rekomendasi dapat diberikan terkait penggunaan rebusan daun ciplukan.
Pertama, bagi individu yang tertarik memanfaatkan rebusan daun ciplukan untuk tujuan kesehatan, disarankan untuk melakukan konsultasi awal dengan profesional kesehatan, seperti dokter atau ahli herbal yang berkualifikasi.
Konsultasi ini penting untuk menilai kondisi kesehatan individu, potensi interaksi dengan obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dan menentukan apakah penggunaan ciplukan aman dan sesuai.
Kedua, sangat penting untuk memastikan sumber daun ciplukan yang digunakan bersih, bebas dari pestisida, dan tidak terkontaminasi. Penggunaan daun dari tanaman liar yang tumbuh di area yang tidak jelas kebersihannya dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Prioritaskan daun dari budidaya organik atau sumber yang terpercaya. Kebersihan dalam proses pencucian dan perebusan juga harus dijaga untuk menghindari kontaminasi mikroba yang dapat membahayakan kesehatan.
Ketiga, konsumsi rebusan daun ciplukan harus dimulai dengan dosis rendah dan frekuensi yang tidak berlebihan. Amati respons tubuh terhadap rebusan tersebut.
Jika timbul efek samping yang tidak diinginkan seperti mual, pusing, atau reaksi alergi, segera hentikan konsumsi dan cari bantuan medis. Penting untuk diingat bahwa respons tubuh terhadap herbal dapat bervariasi antar individu.
Keempat, rebusan daun ciplukan sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti terapi medis konvensional yang diresepkan oleh dokter, terutama untuk kondisi kesehatan serius seperti diabetes, kanker, atau penyakit ginjal/hati.
Rebusan ini lebih tepat dipandang sebagai terapi komplementer atau suplemen yang dapat mendukung kesehatan, bukan sebagai obat tunggal. Integrasi dengan pengobatan konvensional harus selalu di bawah pengawasan medis.
Terakhir, bagi peneliti dan industri farmasi, rekomendasi adalah untuk terus melakukan penelitian lebih lanjut, khususnya uji klinis acak terkontrol pada manusia.
Penelitian ini harus berfokus pada standardisasi ekstrak, penentuan dosis efektif dan aman, serta evaluasi efek jangka panjang dan interaksi obat.
Data ilmiah yang lebih kuat akan memungkinkan integrasi ciplukan yang lebih luas dan aman ke dalam praktik kesehatan berbasis bukti.
Rebusan daun ciplukan (Physalis angulata) memiliki potensi manfaat kesehatan yang signifikan, didukung oleh beragam studi pre-klinis yang menunjukkan sifat anti-inflamasi, antioksidan, antikanker, imunomodulator, dan antidiabetes.
Senyawa bioaktif seperti withanolida, flavonoid, dan polifenol diyakini menjadi dasar dari aktivitas farmakologis ini.
Penggunaan tradisional tanaman ini di berbagai budaya telah memberikan landasan awal bagi eksplorasi ilmiah lebih lanjut, menunjukkan kekayaan etnofarmakologi yang terkandung di dalamnya.
Meskipun demikian, sebagian besar bukti ilmiah saat ini masih berasal dari penelitian in vitro dan in vivo, dengan keterbatasan uji klinis pada manusia.
Kesenjangan ini menimbulkan tantangan dalam menentukan dosis yang aman dan efektif, serta mengidentifikasi potensi efek samping atau interaksi obat pada populasi manusia.
Oleh karena itu, kehati-hatian dan konsultasi medis sangat disarankan sebelum mengonsumsi rebusan daun ciplukan, terutama bagi individu dengan kondisi medis tertentu atau yang sedang menjalani pengobatan.
Arah penelitian di masa depan harus berfokus pada pelaksanaan uji klinis acak terkontrol pada manusia untuk memvalidasi manfaat yang diklaim, menentukan dosis optimal, dan mengevaluasi profil keamanan secara komprehensif.
Standardisasi proses preparasi rebusan dan identifikasi biomarker yang dapat mengukur respons terapeutik juga akan menjadi area penting.
Dengan penelitian yang lebih mendalam, potensi penuh dari rebusan daun ciplukan dapat dimanfaatkan secara aman dan efektif dalam mendukung kesehatan masyarakat.