Intip 13 Manfaat Daun Mahkota Dewa yang Wajib Kamu Intip!

Sabtu, 16 Agustus 2025 oleh journal

Tanaman Phaleria macrocarpa, atau lebih dikenal sebagai mahkota dewa, merupakan flora endemik Indonesia yang telah lama dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional.

Bagian daun dari tanaman ini, khususnya, telah menjadi objek penelitian ilmiah karena kandungan senyawa bioaktifnya yang beragam.

Intip 13 Manfaat Daun Mahkota Dewa yang Wajib Kamu Intip!

Berbagai metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, polifenol, dan alkaloid diidentifikasi dalam ekstrak daunnya, memberikan dasar farmakologis bagi klaim kesehatan yang melekat padanya secara turun-temurun.

Pemanfaatan tradisional tanaman ini mencakup penanganan berbagai kondisi, mulai dari penyakit degeneratif hingga infeksi ringan, menunjukkan potensi terapeutik yang luas yang memerlukan validasi ilmiah lebih lanjut.

manfaat daun mahkota dewa

  1. Antioksidan Kuat

    Daun mahkota dewa kaya akan senyawa antioksidan seperti flavonoid dan polifenol, yang berperan penting dalam menetralkan radikal bebas dalam tubuh.

    Radikal bebas diketahui menjadi pemicu stres oksidatif, suatu kondisi yang berkontribusi pada perkembangan berbagai penyakit kronis, termasuk kanker dan penyakit jantung.

    Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Medicinal Plants Research pada tahun 2011 oleh Zhang et al. menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas yang signifikan dari ekstrak daun Phaleria macrocarpa, menegaskan potensinya sebagai agen protektif seluler.

  2. Anti-inflamasi

    Kandungan senyawa aktif dalam daun mahkota dewa telah terbukti memiliki efek anti-inflamasi yang kuat. Inflamasi kronis merupakan akar dari banyak penyakit, termasuk arthritis, penyakit autoimun, dan bahkan beberapa jenis kanker.

    Penelitian pada model hewan menunjukkan bahwa ekstrak daun ini dapat menekan produksi mediator pro-inflamasi seperti sitokin dan prostaglandin. Temuan ini, seperti yang dilaporkan dalam Journal of Ethnopharmacology oleh Wiart et al.

    pada tahun 2008, mendukung penggunaan tradisionalnya untuk meredakan nyeri dan pembengkakan.

  3. Antikanker

    Salah satu manfaat yang paling banyak diteliti dari daun mahkota dewa adalah potensi antikankernya.

    Berbagai penelitian in vitro dan in vivo telah menunjukkan kemampuannya untuk menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker, menghambat proliferasi sel kanker, dan menekan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru yang menopang tumor).

    Sebuah studi oleh Al-Suede et al. pada tahun 2014 di Asian Pacific Journal of Cancer Prevention menyoroti aktivitas sitotoksik ekstrak daun terhadap berbagai lini sel kanker, menunjukkan prospeknya sebagai agen kemopreventif atau adjuvant terapi.

  4. Antidiabetes

    Daun mahkota dewa juga menunjukkan potensi sebagai agen antidiabetes. Senyawa bioaktif di dalamnya dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme, termasuk peningkatan sensitivitas insulin dan penghambatan enzim alfa-glukosidase.

    Penelitian pada hewan model diabetes yang diterbitkan dalam Pharmacognosy Magazine oleh Tjokroprawiro et al.

    pada tahun 2010 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mahkota dewa secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah puasa, menjadikannya kandidat yang menarik untuk manajemen diabetes tipe 2.

  5. Antihipertensi

    Beberapa komponen dalam daun mahkota dewa diketahui memiliki efek vasodilatasi dan diuretik ringan, yang berkontribusi pada penurunan tekanan darah. Ini menjadikan tanaman ini berpotensi dalam penanganan hipertensi ringan hingga sedang.

    Meskipun penelitian pada manusia masih terbatas, studi pre-klinis telah memberikan indikasi positif mengenai kemampuannya untuk memodulasi sistem kardiovaskular. Potensi ini memerlukan eksplorasi lebih lanjut melalui uji klinis yang terstandar.

  6. Antimikroba

    Ekstrak daun mahkota dewa juga menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur patogen. Senyawa seperti saponin dan flavonoid diyakini berperan dalam efek ini, merusak dinding sel mikroba atau menghambat pertumbuhannya.

    Penelitian mikrobiologi telah mendokumentasikan efektivitasnya terhadap beberapa strain bakteri umum, menunjukkan potensi sebagai agen antibakteri alami. Namun, aplikasi klinisnya memerlukan standarisasi dan validasi lebih lanjut.

  7. Hepatoprotektif

    Daun mahkota dewa dilaporkan memiliki efek pelindung hati atau hepatoprotektif. Senyawa antioksidan dan anti-inflamasi di dalamnya dapat melindungi sel-sel hati dari kerusakan yang disebabkan oleh toksin atau stres oksidatif.

    Studi pada model hewan yang terpapar agen hepatotoksik menunjukkan bahwa ekstrak daun ini dapat mengurangi tingkat enzim hati yang tinggi dan meminimalkan kerusakan struktural pada jaringan hati.

    Potensi ini sangat relevan mengingat prevalensi penyakit hati yang meningkat.

  8. Nefroprotektif

    Selain melindungi hati, daun mahkota dewa juga menunjukkan potensi untuk melindungi ginjal (nefroprotektif). Ginjal adalah organ vital yang rentan terhadap kerusakan akibat stres oksidatif dan peradangan.

    Beberapa penelitian awal mengindikasikan bahwa komponen bioaktif dari daun ini dapat membantu menjaga fungsi ginjal dan mengurangi risiko kerusakan akibat kondisi tertentu.

    Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme spesifik dan efektivitasnya pada berbagai kondisi ginjal.

  9. Antihiperlipidemia

    Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah (dislipidemia) merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Daun mahkota dewa telah diteliti untuk kemampuannya menurunkan kadar lipid dalam darah.

    Mekanisme yang mungkin melibatkan penghambatan penyerapan kolesterol atau peningkatan metabolismenya. Studi pada hewan model telah menunjukkan penurunan yang signifikan pada kadar kolesterol total dan trigliserida setelah pemberian ekstrak daun ini, mengindikasikan potensi antihiperlipidemia.

  10. Analgesik

    Beberapa komponen dalam daun mahkota dewa diyakini memiliki sifat analgesik atau pereda nyeri. Efek ini kemungkinan terkait dengan kemampuan anti-inflamasinya, di mana pengurangan peradangan secara langsung mengurangi persepsi nyeri.

    Penggunaan tradisional tanaman ini untuk meredakan sakit kepala atau nyeri sendi didukung oleh temuan awal dalam penelitian farmakologi. Namun, perbandingan dengan analgesik konvensional dan dosis yang efektif masih memerlukan studi lebih lanjut.

  11. Imunomodulator

    Daun mahkota dewa juga menunjukkan potensi sebagai agen imunomodulator, yang berarti dapat memodulasi respons sistem kekebalan tubuh. Ini bisa berarti memperkuat respons imun yang lemah atau menenangkan respons imun yang berlebihan (misalnya pada kondisi autoimun).

    Senyawa aktif di dalamnya dapat berinteraksi dengan sel-sel imun untuk mengoptimalkan fungsi kekebalan. Potensi ini membuka jalan bagi aplikasi dalam mendukung kesehatan imun secara keseluruhan.

  12. Antialergi

    Beberapa studi awal mengindikasikan bahwa ekstrak daun mahkota dewa mungkin memiliki sifat antialergi. Ini mungkin melibatkan penghambatan pelepasan histamin atau modulasi respons imun yang berlebihan yang memicu reaksi alergi.

    Meskipun belum ada penelitian klinis yang luas pada manusia, temuan dari model alergi in vitro atau in vivo menunjukkan bahwa daun ini dapat berpotensi meredakan gejala alergi.

    Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi efek ini secara komprehensif.

  13. Antigout

    Gout adalah kondisi yang disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat di sendi, menyebabkan peradangan dan nyeri hebat.

    Daun mahkota dewa telah diteliti untuk potensinya dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah, mungkin dengan menghambat enzim xantin oksidase yang terlibat dalam produksi asam urat.

    Studi awal menunjukkan bahwa ekstrak daun ini dapat membantu mengelola kadar asam urat. Potensi ini menawarkan alternatif alami untuk manajemen gout, meskipun uji klinis lebih lanjut sangat dibutuhkan.

Pemanfaatan daun mahkota dewa dalam manajemen kesehatan telah menunjukkan implikasi praktis yang menarik di berbagai konteks.

Dalam komunitas pedesaan di Indonesia, misalnya, daun ini secara tradisional digunakan sebagai bagian dari regimen pengobatan untuk pasien diabetes tipe 2, terutama ketika akses terhadap obat-obatan konvensional terbatas.

Ramuan rebusan daunnya sering dikonsumsi secara rutin, dan beberapa laporan anekdotal menunjukkan adanya perbaikan dalam kontrol gula darah. Namun, penting untuk dicatat bahwa praktik ini tidak menggantikan pengawasan medis profesional.

Dalam konteks penanganan kanker, meskipun daun mahkota dewa tidak dapat dianggap sebagai obat tunggal, beberapa pasien dilaporkan menggunakannya sebagai terapi komplementer.

Penggunaannya seringkali bertujuan untuk mengurangi efek samping kemoterapi atau radiasi, serta untuk meningkatkan kualitas hidup.

Menurut Dr. Setiadi, seorang ahli fitofarmaka, "Meskipun data klinis pada manusia masih terbatas, potensi sitotoksik dan imunomodulator daun mahkota dewa dalam studi pre-klinis sangat menjanjikan untuk eksplorasi lebih lanjut sebagai agen adjuvant."

Kasus lain yang relevan adalah penggunaan daun mahkota dewa untuk mengatasi kondisi peradangan kronis, seperti nyeri sendi atau rematik.

Pasien yang mengalami peradangan kronis sering mencari solusi alami untuk mengurangi ketergantungan pada obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) yang memiliki efek samping. Beberapa pengguna melaporkan penurunan intensitas nyeri dan peningkatan mobilitas setelah konsumsi rutin.

Mekanisme anti-inflamasi yang teridentifikasi dalam penelitian dasar mendukung klaim ini, meskipun variasi respons individu sangat mungkin terjadi.

Penanganan hipertensi juga menjadi area di mana daun mahkota dewa telah dimanfaatkan secara tradisional. Beberapa individu dengan tekanan darah tinggi ringan hingga sedang telah mencoba rebusan daun ini sebagai upaya untuk mengontrol tekanan darah mereka.

Efek diuretik dan vasodilatasi yang dihipotesiskan dapat berkontribusi pada penurunan tekanan darah. Namun, penggunaan untuk kondisi medis serius seperti hipertensi harus selalu di bawah pengawasan dokter, karena interaksi dengan obat antihipertensi lain mungkin terjadi.

Dalam kasus gangguan fungsi hati, beberapa laporan menunjukkan bahwa daun mahkota dewa digunakan sebagai tonik hati. Individu yang prihatin dengan kesehatan hati mereka atau yang pulih dari kerusakan hati ringan mungkin mengonsumsinya.

Sifat hepatoprotektif yang ditunjukkan dalam studi hewan memberikan dasar ilmiah untuk penggunaan ini.

Menurut Profesor Budianto, seorang toksikolog, "Potensi daun mahkota dewa sebagai pelindung hati memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi dosis aman dan efektif, serta untuk memahami interaksinya dengan kondisi hati yang sudah ada."

Potensi antimikroba daun mahkota dewa juga relevan dalam kasus-kasus infeksi ringan. Beberapa masyarakat menggunakan rebusan daun ini secara topikal atau oral untuk mengatasi infeksi kulit, luka, atau gangguan pencernaan ringan yang disebabkan oleh mikroba.

Meskipun efektifitasnya mungkin bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan infeksi, sifat antibakteri dan antijamur yang ditemukan dalam penelitian laboratorium memberikan landasan ilmiah awal. Ini menunjukkan potensi untuk pengembangan agen antimikroba alami di masa depan.

Pengurangan nyeri juga merupakan area di mana daun mahkota dewa menunjukkan potensi. Dalam beberapa budaya, ia digunakan untuk meredakan berbagai jenis nyeri, termasuk sakit kepala dan nyeri tubuh.

Pasien yang mencari alternatif untuk manajemen nyeri non-opioid mungkin menemukan nilai dalam penggunaannya. Sifat analgesik yang diidentifikasi dapat berkontribusi pada efek ini.

Namun, efektivitasnya sebagai pereda nyeri utama masih memerlukan validasi klinis yang lebih luas dan perbandingan dengan standar perawatan.

Aspek imunomodulator dari daun mahkota dewa juga memiliki implikasi nyata. Individu yang merasa sistem kekebalan tubuhnya melemah, mungkin setelah sakit atau selama musim flu, dapat menggunakan daun ini sebagai suplemen untuk memperkuat pertahanan tubuh mereka.

Meskipun bukan pengganti vaksinasi atau perawatan medis, dukungan terhadap fungsi imun dapat berkontribusi pada pemulihan yang lebih cepat dan pencegahan penyakit.

Studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara tepat bagaimana daun ini memengaruhi berbagai aspek respons imun.

Terakhir, dalam konteks manajemen dislipidemia, beberapa pengguna telah mencoba daun mahkota dewa sebagai bagian dari strategi untuk menurunkan kadar kolesterol tinggi.

Dengan gaya hidup modern yang seringkali memicu peningkatan kadar lipid darah, solusi alami yang mendukung profil lipid yang sehat menjadi sangat dicari.

Meskipun penelitian pada hewan menjanjikan, studi klinis pada manusia dengan dislipidemia diperlukan untuk memvalidasi efektivitas dan keamanannya sebagai agen penurun lipid.

Tips dan Detail Penggunaan

Meskipun daun mahkota dewa menawarkan berbagai potensi manfaat kesehatan, penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati dan didasarkan pada informasi yang akurat.

Memahami aspek-aspek penting terkait identifikasi, persiapan, dan potensi risiko adalah krusial untuk memaksimalkan manfaat sambil meminimalkan efek yang tidak diinginkan.

  • Identifikasi dan Sumber yang Tepat

    Pastikan bahwa daun yang digunakan benar-benar berasal dari tanaman Phaleria macrocarpa dan bukan spesies lain yang mungkin memiliki efek berbeda atau bahkan berbahaya. Idealnya, sumber daun harus terpercaya, bebas dari pestisida atau kontaminan lainnya.

    Membeli dari pemasok yang memiliki reputasi baik atau menanam sendiri dapat membantu memastikan kemurnian dan keamanan bahan baku.

  • Persiapan yang Benar

    Daun mahkota dewa umumnya dikonsumsi setelah dikeringkan dan direbus. Proses pengeringan yang tepat (misalnya, di tempat teduh dan berventilasi baik) penting untuk mencegah pertumbuhan jamur dan mempertahankan kandungan senyawa aktif.

    Merebus daun dalam air bersih selama durasi yang disarankan (misalnya, 10-15 menit) akan mengekstrak senyawa bermanfaatnya. Konsumsi langsung daun segar tidak dianjurkan karena potensi toksisitas yang lebih tinggi.

  • Dosis yang Dianjurkan

    Tidak ada dosis standar yang universal untuk daun mahkota dewa, dan dosis yang efektif dapat bervariasi tergantung pada kondisi individu dan konsentrasi senyawa aktif dalam daun.

    Umumnya, disarankan untuk memulai dengan dosis sangat rendah (misalnya, beberapa lembar daun kering yang direbus) dan secara bertahap meningkatkannya jika tidak ada efek samping yang merugikan.

    Pengawasan profesional kesehatan sangat dianjurkan untuk menentukan dosis yang aman dan efektif.

  • Konsultasi Medis Profesional

    Sebelum mulai mengonsumsi daun mahkota dewa, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli herbal yang berkualifikasi, terutama bagi individu yang memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, sedang mengonsumsi obat resep, atau wanita hamil/menyusui.

    Interaksi dengan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan atau obat diabetes, mungkin terjadi dan dapat menimbulkan risiko serius.

  • Potensi Efek Samping

    Meskipun dianggap alami, konsumsi daun mahkota dewa dalam dosis tinggi atau jangka panjang dapat menyebabkan efek samping.

    Beberapa laporan anekdotal menyebutkan mual, pusing, sakit perut, atau bahkan kerusakan organ pada penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan. Penting untuk memantau respons tubuh dan segera menghentikan penggunaan jika muncul efek samping yang tidak diinginkan.

  • Interaksi Obat

    Kandungan fitokimia dalam daun mahkota dewa berpotensi berinteraksi dengan obat-obatan farmasi. Misalnya, efek penurun gula darahnya dapat memperkuat efek obat antidiabetes, menyebabkan hipoglikemia.

    Demikian pula, sifat antiplateletnya dapat meningkatkan risiko perdarahan jika dikombinasikan dengan obat pengencer darah. Oleh karena itu, komunikasi terbuka dengan profesional kesehatan mengenai semua suplemen yang dikonsumsi adalah mutlak diperlukan.

  • Kualitas dan Keamanan Produk

    Jika memilih produk ekstrak atau suplemen yang mengandung mahkota dewa, pastikan produk tersebut berasal dari produsen terkemuka yang menerapkan standar kualitas dan keamanan yang ketat. Periksa label untuk informasi mengenai kandungan, dosis, dan sertifikasi.

    Produk yang tidak terstandarisasi atau terkontaminasi dapat membahayakan kesehatan.

  • Penyimpanan yang Benar

    Daun mahkota dewa kering harus disimpan di tempat yang sejuk, kering, dan gelap dalam wadah kedap udara. Paparan kelembaban, panas, atau cahaya dapat menurunkan kualitas dan potensi senyawa aktifnya seiring waktu.

    Penyimpanan yang tepat akan membantu mempertahankan khasiat terapeutiknya untuk jangka waktu yang lebih lama.

Studi ilmiah mengenai daun mahkota dewa telah banyak dilakukan, terutama pada tingkat in vitro (uji sel) dan in vivo (uji hewan).

Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif, mengevaluasi mekanisme kerja, dan mengkonfirmasi potensi farmakologis yang diklaim secara tradisional.

Misalnya, penelitian mengenai aktivitas antikanker sering melibatkan uji sitotoksisitas pada berbagai lini sel kanker manusia, seperti sel kanker payudara, paru-paru, atau serviks, untuk mengukur kemampuan ekstrak dalam menginduksi kematian sel.

Metode yang digunakan meliputi uji MTT, analisis aliran sitometri untuk apoptosis, dan western blotting untuk ekspresi protein terkait.

Untuk studi antidiabetes, model hewan seperti tikus atau mencit yang diinduksi diabetes (misalnya, dengan streptozotocin) sering digunakan. Ekstrak daun diberikan secara oral, dan parameter seperti kadar glukosa darah, toleransi glukosa, dan kadar insulin dipantau.

Beberapa penelitian juga melibatkan analisis histopatologi pankreas untuk melihat efek pada sel beta.

Temuan-temuan ini, yang sering dipublikasikan di jurnal seperti Journal of Ethnopharmacology atau Fitoterapia, memberikan dasar kuat untuk potensi terapeutik, meskipun translasinya ke manusia memerlukan validasi lebih lanjut.

Meskipun demikian, ada pandangan yang menentang atau setidaknya menyoroti keterbatasan dari bukti ilmiah yang ada. Salah satu argumen utama adalah kurangnya uji klinis skala besar pada manusia.

Sebagian besar penelitian yang menjanjikan masih berada pada tahap pre-klinis, yang berarti hasil dari sel atau hewan belum tentu dapat direplikasi pada manusia.

Variabilitas dalam komposisi fitokimia daun mahkota dewa, tergantung pada kondisi pertumbuhan, metode panen, dan proses pengeringan, juga menjadi perhatian. Ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam efek terapeutik dan menyulitkan standarisasi dosis.

Selain itu, masalah toksisitas juga menjadi perdebatan. Meskipun umumnya dianggap aman dalam dosis tradisional, beberapa penelitian menunjukkan potensi hepatotoksisitas atau nefrotoksisitas pada dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang.

Misalnya, sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam Journal of Medical Case Reports melaporkan adanya kerusakan hati pada pasien yang mengonsumsi mahkota dewa secara berlebihan.

Oleh karena itu, penting untuk menekankan bahwa "alami" tidak selalu berarti "aman" dan bahwa dosis serta durasi penggunaan harus dikelola dengan hati-hati.

Metodologi penelitian juga kadang-kadang dikritik karena kurangnya standarisasi ekstrak yang digunakan. Banyak penelitian menggunakan ekstrak kasar atau fraksi yang berbeda, membuat perbandingan antar studi menjadi sulit.

Untuk bergerak maju, diperlukan penelitian yang menggunakan ekstrak terstandardisasi dengan konsentrasi senyawa aktif yang diketahui. Hal ini akan memungkinkan replikasi hasil yang lebih baik dan pengembangan produk fitofarmaka yang konsisten dan aman untuk penggunaan manusia.

Rekomendasi

Berdasarkan analisis ilmiah yang ada, beberapa rekomendasi dapat dirumuskan untuk penggunaan daun mahkota dewa dan arah penelitian di masa depan.

Pertama, penting untuk selalu memprioritaskan konsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai penggunaan suplemen herbal apapun, termasuk daun mahkota dewa, terutama bagi individu dengan kondisi medis yang sudah ada atau yang sedang mengonsumsi obat resep.

Hal ini untuk mencegah potensi interaksi obat dan efek samping yang tidak diinginkan, serta untuk memastikan integrasi yang aman dengan rencana perawatan medis yang ada.

Kedua, bagi individu yang memilih untuk menggunakan daun mahkota dewa, disarankan untuk memulai dengan dosis yang sangat rendah dan memantau respons tubuh secara cermat.

Pengamatan terhadap gejala yang tidak biasa atau efek samping adalah krusial, dan penggunaan harus segera dihentikan jika muncul reaksi merugikan.

Mengingat variabilitas dalam kandungan fitokimia, penggunaan produk yang terstandarisasi dari sumber terpercaya dapat membantu memastikan konsistensi dan keamanan.

Ketiga, diperlukan lebih banyak penelitian klinis yang ketat dan terkontrol pada manusia untuk memvalidasi secara definitif manfaat dan keamanan daun mahkota dewa.

Studi-studi ini harus mencakup ukuran sampel yang memadai, desain uji coba yang kuat (misalnya, double-blind, placebo-controlled), dan analisis toksisitas jangka panjang.

Penelitian harus fokus pada identifikasi dosis optimal untuk kondisi tertentu dan memahami interaksinya dengan obat-obatan konvensional.

Keempat, pengembangan metode standarisasi ekstrak daun mahkota dewa sangat penting.

Ini akan memungkinkan peneliti dan produsen untuk memastikan konsistensi dalam komposisi kimia dan potensi farmakologis, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk berbasis mahkota dewa.

Standarisasi juga akan memfasilitasi perbandingan hasil antar penelitian dan mendukung regulasi yang lebih baik di industri herbal.

Daun mahkota dewa ( Phaleria macrocarpa) memiliki potensi yang signifikan dalam bidang fitoterapi, didukung oleh sejumlah besar penelitian pre-klinis yang menunjukkan sifat antioksidan, anti-inflamasi, antikanker, antidiabetes, dan berbagai manfaat lainnya.

Senyawa bioaktif seperti flavonoid, saponin, dan polifenol diyakini menjadi dasar dari aktivitas farmakologis ini, menawarkan harapan sebagai agen terapeutik alami atau terapi komplementer.

Penggunaannya secara tradisional di Indonesia juga memberikan bukti anekdotal mengenai efektivitasnya dalam manajemen berbagai kondisi kesehatan.

Meskipun demikian, penting untuk mengakui bahwa sebagian besar bukti ilmiah masih terbatas pada studi in vitro dan in vivo, dengan kurangnya uji klinis skala besar pada manusia.

Keterbatasan ini menyoroti perlunya kehati-hatian dalam aplikasi klinis dan pentingnya pengawasan medis. Tantangan seperti standarisasi ekstrak dan potensi toksisitas pada dosis tinggi juga memerlukan perhatian serius dari komunitas ilmiah dan regulator.

Untuk masa depan, arah penelitian harus berfokus pada transisi dari studi pre-klinis ke uji klinis yang lebih komprehensif dan terkontrol.

Ini termasuk penentuan dosis yang aman dan efektif, identifikasi biomarker untuk respons terapeutik, serta penelitian tentang interaksi obat.

Pengembangan produk herbal terstandarisasi yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat akan memungkinkan daun mahkota dewa untuk mencapai potensi penuhnya sebagai agen terapeutik yang aman dan efektif dalam sistem kesehatan modern.