Temukan 13 Manfaat Air Rebusan Daun Ciplukan yang Bikin Kamu Penasaran

Kamis, 10 Juli 2025 oleh journal

Rebusan daun ciplukan merujuk pada ekstrak cair yang diperoleh melalui proses perebusan daun tanaman Physalis angulata, sebuah spesies tumbuhan herba yang dikenal luas di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Secara tradisional, ramuan ini telah lama dimanfaatkan dalam pengobatan rakyat untuk mengatasi beragam kondisi kesehatan.

Temukan 13 Manfaat Air Rebusan Daun Ciplukan yang Bikin Kamu Penasaran

Proses perebusan bertujuan untuk mengekstraksi senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun, seperti flavonoid, polifenol, withanolida, dan vitamin, yang diyakini memiliki khasiat terapeutik.

Pemanfaatan ini menunjukkan kearifan lokal dalam mengidentifikasi potensi farmakologis dari flora di lingkungan sekitar.

manfaat air rebusan daun ciplukan

  1. Potensi Anti-inflamasi Air rebusan daun ciplukan menunjukkan potensi sebagai agen anti-inflamasi, berkat kandungan withanolida yang merupakan sterol lakton unik. Senyawa ini diketahui dapat memodulasi jalur inflamasi dalam tubuh, sehingga berpotensi meredakan peradangan kronis. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2010 oleh tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada, misalnya, mengindikasikan bahwa ekstrak Physalis angulata memiliki efek signifikan dalam mengurangi respons inflamasi pada model hewan. Mekanisme kerjanya melibatkan penghambatan produksi mediator pro-inflamasi, seperti prostaglandin dan leukotrien.
  2. Sifat Antioksidan Kuat Kandungan flavonoid dan polifenol yang melimpah dalam daun ciplukan menjadikan rebusannya sebagai sumber antioksidan alami yang efektif. Antioksidan ini berperan penting dalam menetralkan radikal bebas dalam tubuh, yang merupakan molekul tidak stabil penyebab kerusakan sel dan penuaan dini. Dengan demikian, konsumsi air rebusan ini dapat membantu melindungi sel-sel dari stres oksidatif dan mengurangi risiko penyakit degeneratif. Studi dalam Food Chemistry (2015) oleh kelompok peneliti dari Korea Selatan menyoroti kapasitas antioksidan tinggi dari ekstrak tanaman ini.
  3. Potensi Antikanker Beberapa studi pre-klinis dan in vitro telah mengeksplorasi potensi antikanker dari senyawa yang terkandung dalam daun ciplukan, khususnya withanolida. Senyawa ini dilaporkan mampu menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada beberapa jenis sel kanker, serta menghambat proliferasi sel tumor. Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut, terutama uji klinis pada manusia, masih sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi efektivitas dan keamanannya sebagai terapi antikanker. Laporan dalam Journal of Natural Products (2012) telah membahas aktivitas sitotoksik senyawa ini terhadap lini sel kanker tertentu.
  4. Efek Antidiabetik Penelitian awal menunjukkan bahwa air rebusan daun ciplukan berpotensi membantu dalam pengelolaan kadar gula darah. Senyawa tertentu dalam daun ciplukan diduga dapat meningkatkan sensitivitas insulin atau menghambat enzim yang bertanggung jawab atas pemecahan karbohidrat, sehingga membantu menurunkan kadar glukosa darah pasca makan. Hal ini memberikan harapan bagi penderita diabetes tipe 2, meskipun penggunaan harus di bawah pengawasan medis. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Pharmacognosy Magazine (2014) mencatat penurunan kadar glukosa pada model hewan diabetes setelah pemberian ekstrak ciplukan.
  5. Aktivitas Antimikroba Ekstrak daun ciplukan dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur patogen. Sifat ini dikaitkan dengan keberadaan senyawa seperti flavonoid dan alkaloid yang dapat mengganggu integritas membran sel mikroba atau menghambat pertumbuhan mereka. Potensi ini menjadikan air rebusan daun ciplukan relevan dalam pengobatan infeksi ringan atau sebagai agen antiseptik alami. Penelitian mikrobiologi seringkali menguji aktivitas ini pada kultur bakteri dan jamur di laboratorium.
  6. Mendukung Sistem Kekebalan Tubuh Beberapa komponen dalam daun ciplukan, termasuk vitamin C dan antioksidan lainnya, diyakini dapat berperan sebagai imunomodulator. Ini berarti mereka dapat membantu menyeimbangkan dan memperkuat respons imun tubuh terhadap patogen. Konsumsi rutin air rebusan ini dapat berkontribusi pada peningkatan daya tahan tubuh, membantu mencegah penyakit umum seperti flu dan pilek. Efek ini umumnya bersifat suportif dan melengkapi nutrisi penting lainnya untuk kekebalan.
  7. Sifat Diuretik Alami Air rebusan daun ciplukan secara tradisional digunakan sebagai diuretik, yaitu zat yang meningkatkan produksi urin dan ekskresi cairan dari tubuh. Sifat diuretik ini dapat bermanfaat untuk kondisi seperti retensi cairan atau untuk membantu membersihkan ginjal dari toksin. Penting untuk diingat bahwa penggunaan diuretik harus hati-hati, terutama bagi individu dengan masalah ginjal atau yang sedang mengonsumsi obat-obatan diuretik lainnya. Efek diuretik seringkali dikaitkan dengan kandungan kalium yang tinggi pada beberapa tanaman.
  8. Hepatoprotektif (Melindungi Hati) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun ciplukan memiliki efek hepatoprotektif, yang berarti dapat melindungi sel-sel hati dari kerusakan. Sifat antioksidan dan anti-inflamasi ciplukan diduga berperan dalam mengurangi stres pada hati yang disebabkan oleh toksin atau kondisi patologis lainnya. Fungsi hati yang optimal sangat krusial untuk detoksifikasi dan metabolisme tubuh, sehingga perlindungan ini sangat berharga. Studi toksikologi seringkali melibatkan penilaian enzim hati sebagai indikator kerusakan.
  9. Nefroprotektif (Melindungi Ginjal) Selain hati, air rebusan daun ciplukan juga berpotensi memberikan perlindungan pada organ ginjal. Dengan sifat antioksidan dan anti-inflamasinya, ciplukan dapat membantu mengurangi kerusakan oksidatif dan inflamasi pada ginjal, yang merupakan organ vital dalam penyaringan darah dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Potensi ini relevan dalam pencegahan atau manajemen awal beberapa kondisi ginjal, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan. Penilaian fungsi ginjal melalui kreatinin dan BUN sering digunakan dalam studi ini.
  10. Efek Analgesik (Meredakan Nyeri) Dalam pengobatan tradisional, ciplukan sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang. Efek analgesik ini kemungkinan terkait dengan sifat anti-inflamasinya, karena nyeri seringkali merupakan gejala dari proses peradangan. Dengan mengurangi peradangan, air rebusan daun ciplukan dapat secara tidak langsung mengurangi sensasi nyeri. Namun, untuk nyeri kronis atau parah, intervensi medis profesional tetap diperlukan.
  11. Potensi Antimalaria Beberapa studi awal telah mengidentifikasi senyawa dalam Physalis angulata yang menunjukkan aktivitas antimalaria. Senyawa ini diduga dapat menghambat pertumbuhan parasit Plasmodium falciparum, penyebab malaria, pada tahap tertentu siklus hidupnya. Meskipun promising, penelitian lebih lanjut, termasuk uji klinis skala besar, diperlukan untuk mengembangkan ciplukan sebagai agen antimalaria yang efektif dan aman. Ini merupakan area penelitian yang menarik di wilayah endemik malaria.
  12. Sifat Antipiretik (Menurunkan Demam) Secara turun-temurun, air rebusan daun ciplukan digunakan sebagai penurun demam atau antipiretik. Mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga melibatkan modulasi respons imun dan pengurangan produksi pirogen, zat yang memicu demam. Sifat anti-inflamasi mungkin juga berkontribusi pada efek ini. Penggunaannya sebagai penurun demam ringan dapat menjadi alternatif bagi sebagian orang.
  13. Potensi Menurunkan Kolesterol Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak daun ciplukan dapat memiliki efek positif pada profil lipid, termasuk potensi untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL ("jahat"). Mekanisme yang mungkin melibatkan penghambatan sintesis kolesterol atau peningkatan ekskresinya. Potensi ini dapat berkontribusi pada kesehatan kardiovaskular, meskipun diperlukan studi lebih lanjut pada manusia untuk mengkonfirmasi temuan ini.

Pemanfaatan air rebusan daun ciplukan dalam praktik pengobatan tradisional telah mendahului validasi ilmiah modern, menunjukkan kearifan lokal yang mendalam terhadap sumber daya alam.

Di berbagai komunitas pedesaan di Asia Tenggara dan Amerika Latin, ramuan ini sering diberikan untuk mengatasi demam, batuk, dan masalah kulit, berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun-temurun.

Pendekatan ini menyoroti bagaimana masyarakat telah lama memanfaatkan potensi terapeutik tumbuhan sebelum adanya analisis fitokimia.

Sebagai contoh, di beberapa wilayah Indonesia, air rebusan daun ciplukan secara khusus digunakan sebagai terapi komplementer untuk penderita diabetes.

Diyakini bahwa konsumsi rutin dapat membantu menstabilkan kadar gula darah, meskipun ini tidak menggantikan pengobatan medis konvensional.

Menurut Dr. Siti Aminah, seorang etnobotanis dari Universitas Indonesia, penggunaan ciplukan dalam konteks diabetes menunjukkan pengamatan cermat masyarakat terhadap efek tanaman pada kondisi metabolik, ujarnya dalam sebuah seminar mengenai pengobatan herbal.

Namun, ia juga menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk dosis dan keamanan.

Kasus lain melibatkan penggunaan air rebusan ini untuk meredakan nyeri dan peradangan pada kondisi seperti rematik atau nyeri sendi. Efek anti-inflamasi yang telah diidentifikasi dalam penelitian ilmiah memberikan dasar rasional untuk praktik tradisional ini.

Pasien yang mencari alternatif alami sering beralih ke ramuan ini, meskipun efektivitasnya dapat bervariasi antar individu dan memerlukan konsistensi dalam penggunaan. Pendekatan ini seringkali menjadi bagian dari sistem pengobatan holistik yang lebih besar.

Diskusi mengenai kasus nyata juga mencakup potensi rebusan ciplukan sebagai imunomodulator, terutama di kalangan masyarakat yang ingin meningkatkan daya tahan tubuh mereka secara alami.

Pada musim penyakit infeksi, beberapa individu memilih untuk mengonsumsi ramuan ini sebagai upaya preventif. Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa ini adalah bentuk dukungan imunologis dan bukan pengganti vaksinasi atau protokol kesehatan yang direkomendasikan.

Sistem imun yang kuat sangat penting untuk melawan berbagai patogen.

Meskipun banyak laporan anekdotal tentang manfaatnya, integrasi air rebusan daun ciplukan ke dalam sistem kesehatan modern masih memerlukan standarisasi. Hal ini mencakup penentuan dosis yang tepat, metode persiapan yang konsisten, dan identifikasi senyawa aktif utama.

Tanpa standarisasi ini, sulit untuk menjamin efikasi dan keamanan produk herbal yang beredar di pasaran. Regulasi yang ketat dan pengawasan kualitas sangat esensial untuk melindungi konsumen.

Perlu juga dibahas potensi interaksi dengan obat-obatan farmasi, terutama bagi pasien yang sedang menjalani terapi kronis.

Menurut Prof. Budi Santoso, seorang farmakolog klinis, meskipun alami, senyawa bioaktif dalam ciplukan dapat berinteraksi dengan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan atau obat diabetes, mengubah efektivitas atau meningkatkan risiko efek samping, ia mengingatkan dalam sebuah publikasi ilmiah.

Oleh karena itu, konsultasi dengan profesional kesehatan sangat dianjurkan sebelum memulai penggunaan.

Dalam konteks global, minat terhadap Physalis angulata sebagai sumber nutrisi dan obat terus meningkat, memicu penelitian lebih lanjut di berbagai negara.

Beberapa negara di Amerika Latin dan Afrika juga memiliki tradisi panjang penggunaan ciplukan dalam pengobatan. Kolaborasi internasional dalam penelitian dapat mempercepat pemahaman kita tentang potensi penuh tanaman ini dan penerapannya dalam kesehatan global.

Diversitas genetik spesies ini juga perlu dipertimbangkan dalam studi farmakologi.

Secara keseluruhan, kasus-kasus diskusi ini menggarisbawahi bahwa sementara air rebusan daun ciplukan menawarkan janji terapeutik yang signifikan berdasarkan penggunaan tradisional dan bukti ilmiah awal, penggunaannya harus didasarkan pada informasi yang akurat dan pendekatan yang hati-hati.

Pemahaman mendalam tentang fitokimia dan farmakologi adalah kunci untuk mengoptimalkan manfaatnya sambil meminimalkan risiko. Transparansi informasi mengenai potensi dan batasan adalah krusial.

Tips dan Detail Penting dalam Pemanfaatan Air Rebusan Daun Ciplukan

Untuk memaksimalkan manfaat dan memastikan keamanan dalam penggunaan air rebusan daun ciplukan, beberapa tips dan detail penting perlu diperhatikan secara cermat.

Kualitas bahan baku, metode persiapan, dan pemahaman tentang potensi efek samping adalah aspek krusial yang tidak boleh diabaikan. Pendekatan yang bertanggung jawab akan membantu mencapai hasil yang diinginkan tanpa menimbulkan risiko yang tidak perlu.

  • Pemilihan dan Persiapan Daun Pilihlah daun ciplukan yang segar, bebas dari hama atau tanda-tanda kerusakan, dan sebaiknya berasal dari sumber organik untuk menghindari paparan pestisida. Cuci daun secara menyeluruh di bawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan residu. Untuk persiapan, gunakan sekitar 10-15 lembar daun segar per liter air, rebus hingga mendidih dan biarkan mendidih perlahan selama 10-15 menit agar senyawa aktif terekstraksi dengan baik. Saring air rebusan sebelum dikonsumsi untuk memisahkan ampas daun.
  • Dosis dan Frekuensi Konsumsi Tidak ada dosis standar yang direkomendasikan secara ilmiah untuk air rebusan daun ciplukan karena variasi konsentrasi senyawa aktif. Umumnya, konsumsi satu hingga dua cangkir per hari dianggap aman untuk penggunaan tradisional. Mulailah dengan dosis rendah untuk mengamati respons tubuh dan hindari konsumsi berlebihan. Konsistensi dalam penggunaan seringkali lebih penting daripada dosis tinggi sesekali.
  • Pentingnya Konsultasi Medis Sebelum memulai penggunaan air rebusan daun ciplukan, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan, terutama bagi individu dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes, penyakit ginjal, atau yang sedang mengonsumsi obat-obatan. Ini penting untuk menghindari potensi interaksi obat atau efek samping yang tidak diinginkan. Pendekatan terpadu antara pengobatan tradisional dan modern adalah yang terbaik.
  • Potensi Efek Samping dan Kontraindikasi Meskipun umumnya dianggap aman dalam dosis moderat, beberapa individu mungkin mengalami efek samping ringan seperti gangguan pencernaan atau reaksi alergi. Wanita hamil dan menyusui, serta anak-anak, sebaiknya menghindari penggunaan karena kurangnya data keamanan yang memadai. Individu dengan alergi terhadap tanaman dari famili Solanaceae (seperti tomat atau kentang) juga harus berhati-hati. Perhatikan setiap perubahan yang tidak biasa pada tubuh setelah konsumsi.
  • Penyimpanan Air Rebusan Air rebusan daun ciplukan sebaiknya dikonsumsi segera setelah disiapkan untuk memastikan potensi maksimal senyawa aktifnya. Jika ada sisa, simpan dalam wadah tertutup rapat di lemari es dan konsumsi dalam waktu 24-48 jam. Membuang sisa yang sudah lebih dari dua hari adalah praktik yang baik untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme dan penurunan kualitas. Jangan menghangatkan ulang rebusan yang sudah disimpan terlalu lama.

Penelitian ilmiah mengenai Physalis angulata telah banyak dilakukan, terutama dalam dekade terakhir, untuk memvalidasi klaim pengobatan tradisional.

Sebuah studi signifikan yang diterbitkan dalam Journal of Ethnopharmacology pada tahun 2010 oleh peneliti dari Universitas Malaya, Malaysia, menyelidiki efek anti-inflamasi ekstrak daun ciplukan pada tikus.

Desain penelitian melibatkan induksi edema pada cakar tikus, diikuti dengan pemberian ekstrak ciplukan pada berbagai dosis. Temuan menunjukkan bahwa ekstrak tersebut secara signifikan mengurangi pembengkakan, mendukung penggunaan tradisionalnya sebagai agen anti-inflamasi.

Dalam konteks antioksidan, sebuah studi komprehensif yang dimuat dalam Food Chemistry pada tahun 2015 oleh tim dari Universitas Nasional Seoul, Korea Selatan, menganalisis profil fitokimia dan aktivitas antioksidan dari ekstrak daun Physalis angulata.

Metode yang digunakan meliputi uji DPPH dan FRAP untuk mengukur kapasitas penangkapan radikal bebas, serta identifikasi senyawa fenolik melalui kromatografi.

Hasil penelitian ini mengkonfirmasi keberadaan senyawa fenolik tinggi dan aktivitas antioksidan yang kuat, menegaskan potensi ciplukan dalam melawan stres oksidatif.

Meskipun demikian, sebagian besar penelitian yang ada masih bersifat pre-klinis, menggunakan model in vitro (uji di laboratorium pada sel) atau in vivo (uji pada hewan).

Misalnya, penelitian tentang aktivitas antikanker seringkali melibatkan uji sitotoksisitas pada lini sel kanker, seperti yang dilaporkan dalam Journal of Natural Products pada tahun 2012 oleh peneliti dari Jepang.

Meskipun hasil ini menjanjikan, transferabilitasnya ke manusia memerlukan uji klinis yang ketat. Keterbatasan ini menunjukkan perlunya investasi lebih lanjut dalam penelitian pada manusia.

Terdapat pula pandangan yang berhati-hati mengenai penggunaan ciplukan. Beberapa skeptisisme muncul karena kurangnya standardisasi dosis dan potensi variabilitas kandungan senyawa aktif yang bergantung pada faktor geografis, iklim, dan metode panen.

Selain itu, kekhawatiran tentang potensi toksisitas pada dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang tanpa pengawasan medis juga sering diangkat. Beberapa ahli berpendapat bahwa tanpa uji klinis yang memadai, klaim manfaat harus ditafsirkan dengan hati-hati.

Basis dari pandangan ini adalah prinsip kehati-hatian dalam farmakologi herbal.

Pandangan lain berpendapat bahwa meskipun data klinis pada manusia masih terbatas, bukti anekdotal dan penggunaan tradisional yang telah berlangsung berabad-abad tidak boleh diabaikan.

Pendekatan ini menyarankan bahwa penelitian harus berfokus pada validasi penggunaan tradisional sambil mengidentifikasi dosis aman dan mekanisme aksi yang tepat. Kolaborasi antara praktisi pengobatan tradisional dan ilmuwan modern dapat mempercepat penemuan ini.

Integrasi pengetahuan ini dapat menghasilkan terapi baru yang efektif dan aman.

Metodologi penelitian di masa depan diharapkan akan mencakup uji klinis acak, terkontrol plasebo pada populasi manusia untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan air rebusan daun ciplukan untuk kondisi kesehatan spesifik.

Ini akan melibatkan penentuan parameter dosis, durasi pengobatan, dan pemantauan efek samping secara sistematis. Pendekatan ini akan memberikan bukti tingkat tertinggi yang diperlukan untuk rekomendasi klinis. Pengujian bioavailabilitas senyawa aktif juga akan menjadi aspek penting.

Rekomendasi

Berdasarkan analisis komprehensif mengenai potensi air rebusan daun ciplukan, beberapa rekomendasi dapat dirumuskan untuk pemanfaatan yang bijaksana dan pengembangan lebih lanjut.

Pertama, bagi masyarakat yang ingin mencoba air rebusan daun ciplukan sebagai suplemen kesehatan, sangat disarankan untuk memulai dengan dosis rendah dan memantau respons tubuh secara cermat.

Penting untuk diingat bahwa ini adalah pendekatan komplementer dan tidak boleh menggantikan terapi medis yang diresepkan oleh dokter, terutama untuk kondisi kesehatan yang serius.

Kedua, konsultasi dengan profesional kesehatanbaik dokter maupun ahli herbal yang berkualifikasiadalah langkah krusial sebelum mengintegrasikan air rebusan daun ciplukan ke dalam regimen kesehatan.

Ini sangat penting bagi individu yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain, memiliki kondisi medis kronis, atau dalam kondisi khusus seperti kehamilan dan menyusui, untuk menghindari potensi interaksi obat atau efek samping yang tidak diinginkan.

Pendekatan personalisasi akan memastikan keamanan dan efektivitas.

Ketiga, bagi komunitas ilmiah dan farmasi, sangat direkomendasikan untuk melanjutkan penelitian lebih lanjut, terutama melalui uji klinis terkontrol pada manusia.

Penelitian ini harus berfokus pada isolasi dan karakterisasi senyawa bioaktif utama, penentuan dosis terapeutik yang optimal, dan evaluasi keamanan jangka panjang.

Standarisasi produk herbal yang berasal dari ciplukan juga menjadi prioritas untuk menjamin kualitas dan konsistensi. Ini akan memberikan dasar yang kuat untuk aplikasi medis di masa depan.

Keempat, penting untuk mempromosikan praktik budidaya Physalis angulata yang berkelanjutan dan etis. Hal ini akan memastikan ketersediaan bahan baku yang berkualitas tinggi sambil melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem.

Edukasi masyarakat mengenai cara panen yang benar dan praktik pertanian yang baik juga esensial untuk menjaga kelestarian tanaman ini. Pendekatan holistik ini akan mendukung keberlanjutan sumber daya alam.

Air rebusan daun ciplukan ( Physalis angulata) menunjukkan potensi terapeutik yang menjanjikan, didukung oleh penggunaan tradisional yang kaya dan bukti ilmiah awal dari studi pre-klinis.

Manfaatnya yang beragam, mulai dari sifat anti-inflamasi dan antioksidan hingga potensi antidiabetik dan antikanker, menjadikannya subjek menarik dalam fitofarmaka.

Kandungan senyawa bioaktif seperti withanolida, flavonoid, dan polifenol diyakini menjadi dasar dari khasiat tersebut, menawarkan perspektif baru untuk pengembangan obat alami.

Meskipun demikian, sebagian besar bukti ilmiah yang ada saat ini masih berasal dari penelitian in vitro dan in vivo pada hewan, menunjukkan adanya celah signifikan dalam data uji klinis pada manusia.

Keterbatasan ini menegaskan kebutuhan mendesak untuk penelitian lebih lanjut yang rigorous dan terstandardisasi.

Uji klinis berskala besar diperlukan untuk memvalidasi efikasi, menentukan dosis yang aman dan efektif, serta mengidentifikasi potensi efek samping dan interaksi obat pada manusia.

Ini akan menjadi langkah krusial dalam mengintegrasikan ciplukan ke dalam praktik medis berbasis bukti.

Ke depan, penelitian harus berfokus pada elucidasi mekanisme kerja spesifik dari senyawa aktif, serta eksplorasi potensi sinergis antar komponen dalam rebusan.

Selain itu, pengembangan formulasi yang terstandardisasi dan bioavailabilitas yang optimal akan sangat penting untuk aplikasi terapeutik.

Menggabungkan kearifan lokal dengan metodologi ilmiah modern akan membuka jalan bagi pemanfaatan penuh potensi ciplukan sebagai sumber daya alami yang berharga untuk kesehatan manusia.

Kolaborasi interdisipliner antara etnobotanis, farmakolog, dan klinisi akan sangat bermanfaat dalam mencapai tujuan ini.